mendaftar jadi driver motor online

08.36.00

Tadi aku ke Benhil. Mengikuti undangan dari pihak Uber untuk menjadi drivernya. Syarat yang diberikan belum kupenuhi dengan benar. Aku tidak membuat SKCK. Pun ATM untuk mentransfer pembayaran penumpang. Untung ada Mamah. Jadi aku bisa pakai rekening Mamah sementara. Kata Papah, aku disuruh buat rekening bank Senin depan. Selesai dari sana aku ditanyai macam – macam oleh Mamah. Kujawab apa adanya. Tak ada yang dikurangi sedikitpun.
Aku pergi kesana sama Elvan. Awalnya dia pesimis karena tidak mendapat undangan dari SMS yang dikirim oleh Uber tapi aku bilang coba saja dulu untuk kesana. Mungkin masih bisa diterima. Ternyata bisa dan dia senang sekali. Malamnya ia kuliah dengan meminjam motorku. Selesai dari situ langsung kerumahku lagi untuk mengembalikan motorku sekaligus menginap dirumah. Sudah terlambat jika ia pulang kerumah hanya untuk mengambil motor saja.
Hanya itu ceritaku hari ini. singkat. Jelas. Dan padat. Tak bisa aku memanjangkan kata untuk membuat cerita tersebut jadi lebih menarik.
Aku hanya ingin menulis. Menularkan gagasan sekaligus uneg – uneg yang bercokol diotak lewat tulisan. Uang? Tak usah munafik. Meski begitu, aku tetap menulis meski belum mendatangkan uang. Aku tak memikirkannya sekarang. Yang terpenting bagiku hanyalah nulis, nulis dan nulis. Biarlah uang datang dengan sendirinya. Kata orang, teruslah berkarya meski tidak ada yang mengapresiasinya.
Kadang aku merasa lelah kenapa tulisan – tulisanku belum juga mendatangkan uang padahal sudah banyak tulisan yang kubuat. Tapi aku tetap menulis. Kata orang, ndableg. Ah, persetan dengan itu. Toh aku bisa kerja apa saja diluar menulis sambil tetap nulis. Seperti hari ini. aku mendaftar untuk jadi driver Uber motor untuk membiayai hobiku dalam menulis.
Minggu kemarin aku tidak sempat update blog karena tidak ada tulisan yang kubuat untuk minggu tersebut. Payah memang. Karena harusnya aku update blog terus setiap minggu agar pembacaku tidak kabur dan juga agar aku bisa disiplin menulis.
Bicara tentang menulis, aku jadi ingat Kiyai Ali Musthofa Ya’kub. Beliau konsisten menulis padahal beliau tidak bisa menggunakan komputer (baca http://darussunnah.id/kiai-ali-mustafa-yaqub-dan-tradisi-menulis/). Jadi, untuk mencetak tulisan beliau dalam bentuk buku, beliau menyuruh santrinya untuk mengetik ulang dikomputer baru kemudian dicetak jadi buku. Dan beliau mentargetkan minimal harus ada dua atau tiga buku setiap tahun yang terbit dari buah tangan beliau. Malu aku jadinya. Aku yang bisa mengoperasikan komputer belum bisa menulis buku. Perkataan yang paling populer diantara santri – santrinya adalah kamu janganlah mati sebelum nulis buku. Karena menurut beliau, orang yang menulis buku akan terus mendapatkan pahala meskipun ia sudah mati. Tentu dengan catatan, tulisan tersebut bermanfaat untuk orang banyak.
Itu bisa kujadikan sebagai pemacu semangat untuk tetap menulis. Dorongan pahala. Siapa yang tidak mau pahala? Hanya orang bodoh yang tidak mau pahala.
Agar tulisanku semakin menarik, maka mau tidak mau aku harus terus mengasah tulisanku. Diksinya. Gaya kepenulisannya. Penceritaan suasananya dan lain sebagainya. Caranya bagaimana? Ya, menulis. Itu harga mati. Tidak mungkin tulisan tersebut akan bagus jika tidak terus dilatih sebagaimana orang yang ingin mahir dalam menyetir mobil. Sudah tentu dia harus berlatih menyetir mobil. Mungkin awalnya nabrak atau tidak bisa nyala mesinnya. Tidak apa. Setelah itu latihan lagi. Latihan lagi. Terus latihan lagi hingga mahir.

  • Share:

You Might Also Like

3 komentar

tinggalkan jejak dibawah ini
PS:
sekiranya ingin menambah tali silaturrahim, silahkan follow twitter saya di @RealRiMuTho