catatan kecil

06.03.00

02082014
Apa yang bisa kubagi, musti kuberikan. Sekecil apapun, seremeh apapun. Sesuatu yang kecil menurut kita, belum tentu kecil menurut mereka. Bahkan perhatian sekalipun. Jangan menunggu kaya untuk berbagi.
Aku bukan orang kaya. Bekerjapun tidak. Tapi bukan berarti ketidakkayaanku membuatku terhalang untuk berbagi. Toh, berbagi tidak hanya melulu soal uang. Bisa dengan tenaga. Bisa juga dengan ide. Seperti yang dilakukan orang – orang yayng bekerja disebuah lembaga sosial yang khusus menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang – orang yang membutuhkan. Mereka mungkin bukan orang yang “punya” namun karena mereka punya semangat untuk berbagi, mereka mengerahkan tenaga dan pikiran mereka agar dapat mensejahterakan umat manusia diseluruh dunia. Terkhusus Indonesia. Mencari donatur yang sekiranya kelebihan harta untuk menyalurkan harta mereka untuk mereka yang membutuhkan. Menjadi perantara antara Si kaya dengan Si miskin agar tidak terjadi ketimpangan sosial. Agar terjadi pemerataan secara ekonomi.
Aku salah satu seorang perantara itu. Aku belum lama menjadi relawan di sebuah lembaga sosial yang tak bisa kusebut namanya. Setengah tahunpun belum. Awalnya aku hanya mencari “keisengan” saja demi mengisi waktu senggang yang cukup banyak kala itu. Akupun sebenarnya ogah – ogahan menjadi ZA – ZA adalah tingkat terendah dalam sistem hierarki pekerja disana. Berbekal niat karena ingin mencari uang juga, bismillah aku berangkat kesana. Aku disambut hangat oleh seseorang yang mengenalkan dirinya Pak B***. Dijelaskan panjang lebar olehnya tentang sistem kerja lembaga sosial tersebut. Tak ketinggalan sistem remunerasinya (penggajian, red).
Untuk mejadi relawan resmi, aku dites pengetahuanku tentang dunia perzakatan meski itu hanya formalitas semata – sebenarnya aku tidak lulus tes. Tapi aku disuruh mengulang terus hingga mencapai nilai kelulusan terendah. Awalnya aku ditempatkan dimasjid dikantor menteri perhubungan yang berada dijalan Merdeka Barat. Sehari disana, aku hanya mendapatkan beberapa nomer telpon. Hm........ memang pada dasarnya aku tidak menyukai hal ini. Akupun ogah – ogahan bekerja disana. Waktu Ramadhan kemarinpun aku hanya bisa beberapa hari jaga gerai. Padahal disuruhnya satu bulan. Pakai Mou pula. Sampai – sampai aku ditelepon oleh orang sana menanyakan keseriusanku.
Bukan berarti aku tidak senang berbagi. Hanya saja, aku memang tidak nyaman bekerja disana walau pekerja disana baik – baik. Sangat dekat dengan Allah. Lantunan ayat suci selalu bergema dikantor. Para pegawai perempuannya pun memakai jilbab panjang menutup dada lagi longgar pakaiannya.
Aku lebih senang membaca dan bercerita kesemua orang lewat tulisan. Bekerja disanapun hanya untuk mencari inspirasi agar aku bisa mendapatkan bahan untuk diceritakan kembali kepada khalayak ramai. Dan lagipula, yang ada diotakku hanya ada kata menulis dan membaca. Ah, sudahlah. Kalau memang memungkinkan, aku akan terus bekerja menjadi relawan disana asal tidak mengorbankan kuliahku.
September depan aku duduk dibangku semester lima. Para mahasiswa semester lima diharuskan membuat KKP sebagai syarat untuk membuat Tugas Akhir agar bisa lulus dengan predikat Amd. Selain sudah membuat KKP, IPKpun sekurang – kurangnya 2,75. Untuk membuat KKP mau tidak mau aku harus PKL. Kata dosen yang mengampu mata kuliah Metode Penelitian, lebih baik mencari tempat PKL yang bukan lembaga sosial. Lupa aku alasannya. Hm....... cukup rumit namun aku tertantang untuk menaklukkan ini semua. Semoga bisa.


  • Share:

You Might Also Like

4 komentar

tinggalkan jejak dibawah ini
PS:
sekiranya ingin menambah tali silaturrahim, silahkan follow twitter saya di @RealRiMuTho