Uus
20.22.00
Kemarin malam, ketika melihat – lihat timeline
Facebook, aku mendapatkan postingan blog seseorang yang memviralkan twit
seorang artis yang – katanya – menghina ulama indonesia yang konsisten
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Awalnya aku tidak memperdulikannya. Aku
sibuk saja membaca – baca postingan Facebook orang lain. Lagipula, tidak guna
juga membaca twit orang yang tidak mutu, pikirku saat itu. Namun aku ingat, aku
belum memposting apa – apa di blog. Dan juga belum menulis satu halamanpun
untuk hari ini. Dengan pertimbangan barangkali bisa dijadikan bahan postingan
untuk di blog, esoknya aku cek twit artis tersebut untuk check & recheck ( benar gak sih, tulisannya seperti ini?)
kebenaran tweet orang itu agar tidak
terjadi hoax nantinya. Dan ternyata benar. Seharian penuh, ia khususkan untuk
menghina ulama indonesia – juga kebanggaan umat islam di indonesia karena sudah
ditahbiskan oleh umat islam indonesia untuk menjadi imam besar umat islam –
yang pada akhirnya ia dipecat dari program televisi yang dipandunya. Entah
kenapa dia sampai begitu membenci ulama tersebut. Apa salahnya? Beliau hanya
ingin kebenaran ditegakkan di Indonesia tanpa pandang bulu. Tanpa melihat
status sosialnya dimata masyarakat. Terlebih mengenai kasus yang menjerat
gubernur non aktif saat ini terkait pidatonya di Kepulauan Seribu.
Ah, mungkin dia ingin cari sensasi, pikirku.
Perlukah menjadi orang terkenal itu harus menghina orang? Terlebih ulama.
Menurutku tidak. Kalau jadi terkenal karena kehinaan, itu salah satu jalan yang
perlu ditempuh. Namun kalau ingin terkenal karena kemuliaan atau kebaikan, itu
jalan yang salah. Harusnya, ia berfikir
lebih dari sekali – bahkan ribuan kali – untuk menge – tweet apapun di akun twitternya. Memang, akun tersebut miliknya.
Dan terserah dia untuk menge – tweet apapun
di akun twitternya. Namun, sebagai publik figur yang baik, yang akan dicontoh banyak
orang, baiknya ia memilah – milih, mana cuitan yang pantas untuk dibagi ke
netizen, mana yang tidak. Karena – beda dengan masyarakat pada umumnya – apapun
yang ia cuitkan akan berdampak kepada masyarakat luas. Meski, bukan berarti
juga masyarakat lebih bebas mencuitkan apapun di akun twitternya.
Aku jadi berfikir, mungkin ia ingin dikenal publik sebagai orang yang tidak
baik.
Ah, mana mungkin. Tidak ada di dunia ini yang ingin dikenal publik sebagai
orang yang buruk. Meskipun memang ia bertabiat buruk. Setidaknya, ia akan
berkata, “memangnya tidak ada kebaikan yang aku punya?” sembari ia memamerkan
kebaikannya di depan umum, lalu berbuat buruk lagi dikemudian hari.
Mungkin saja ia kepleset tangan
hingga ia keceplosan menge – tweet demikian. Lalu karena kepalang
tanggung, maka ia teruskan hal demikian. Ah, entahlah. Untuk apa pula aku
mengurusinya. Masih banyak hal lain yang lebih menarik untuk dibahas. Sedangkan
hal demikian kurang menarik. Hanya saja, demi memperingatkan para pembaca blog
ini untuk lebih hati – hati dalam memposting apapun dimedia sosial, aku jadi
berkepentingan untuk membahasnya. Biar jadi pelajaran untuk publik figur
nantinya – jika ia tiba – tiba nyasar
ke blog amburadulku ini – dan juga pengguna media sosial.
Ngomong – ngomong, banyak juga orang yang gerah dengan sepak terjang ulama tersebut. Terlebih penguasa.
Terlihat sekali memusuhinya dan dengan segala cara, mencoba untuk
mengkriminalisasi dirinya agar sepak terjangnya dalam amar ma’ruf nahi munkar
terhenti.
Aku berada dalam sikap diam ketika ada orang yang membicarakannya dan dalam
beberapa sisi mendukungnya. Terlebih dalam hal kasus penistaan agama yang
menjerat Basuki Tjahaya Purnama sebagai terdakwa.
Kadang, dalam beberapa hal, ada benarnya. Namun, sebagai manusia biasa, ia
juga tidak luput dalam kesalahan karena ulama bukanlah Nabi yang luput dari
salah.
0 komentar
tinggalkan jejak dibawah ini
PS:
sekiranya ingin menambah tali silaturrahim, silahkan follow twitter saya di @RealRiMuTho