Sumbangsih

00.42.00

Apa yang bisa dituliskan dalam selembar kertas ini selain keluhan? Hanya itu yang bisa kutuliskan. Ingin menulis sebagus para sastrawan yang bukunya pernah kubaca, aku tidak mampu. Daripada tidak menulis sama sekali, baiknya dipaksakan saja meski jelek sekalipun. Kalau sempat, akan aku edit sebelum kuposting. Biar lebih enak dibaca.

Aku sadar aku bukan siapa – siapa. Bukan pula orang besar. Namun aku ingin memberikan sumbangsih untuk negara ini meskipun itu seujung kuku. Sekurang – kurangnya untuk lingkungan sekitar. Aku ingin mengajak mereka untuk lebih memperhatikan lagi agama. Paling tidak, mengajak mereka untuk rajin ibadah. Yang wajib – wajib saja dulu. Misalkan sholat lima waktu.

Banyak dari mereka yang meremehkan sholat lima waktu. Sholat kalau ingat atau kalau sedang terkena musibah. Kasihan. Karena murka Allah itu tidak mempunyai belas kasihan. Dia akan menimpakan adzab atau siksaNya tak pandang bulu kepada mereka yang tidak taat. Dan aku tak mau lingkungan sekitarku terkena musibah itu. Sekurang – kurangnya aku harus mampu menunda adzab turun kepada lingkungan sekitarku. Caranya bagaimana?

Dalam sebuah kesempatan, saat aku baru selesai dari mondok, aku ditawari oleh ibu – ibu untuk mengajar anak – anak usia sekolah dasar mengaji. Tapi aku menolak tawaran itu dengan alasan sedang tidak berminat untuk mengajar. Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu. Saat memikirkan kembali tawaran tersebut – yang sebenarnya mulia – aku jadi malu sendiri. Bahkan menertawakannya. Kok bisa aku berpikiran sepicik itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Yang terjadi biarlah terjadi. Memang, penyesalan datang belakangan. Namun, dari hal itu aku bisa mempelajari satu hal bahwa kesempatan baik itu tidak datang dua kali. Jika ada tawaran seperti itu datang lagi untuk yang kedua kalinya, aku harus ambil. Ini demi memberikan sumbangsih kepada bangsa ini. Kepada negara ini.

Ketika berbelanja pakaian baru untuk lebaran siang tadipun aku diketuk hatinya oleh Allah melalui mulut seorang ibu tentang hal ini. Ceritanya aku ingin membeli gamis, kemudian ibu itu bertanya apakah aku seorang santri atau bukan. Kemudian ibuku menjawab, “ya. Anak saya anak pesantren. Lebih tepatnya alumni pesantren.” Yang terjadi selanjutnya adalah percakapan tentang aku yang menolak untuk mengajar.

Oke, skip tentang hal diatas. Kita bahas tentang hal lainnya.

Ketika aku stalking Facebook. Aku mendapatkan sebuah tulisan menarik. Menarik disini bukan berarti aku setuju dengan tulisan tersebut. Malah sebaliknya. Namun aku tidak mampu membalas tulisannya. Maka dari itu baiknya aku tahan diri saja sambil menandai orangnya. Setidaknya, aku mulai memahami jalan pemikirannya.

Aku setuju dengan pendapat seseorang yang mengatakan bahwa jika tidak setuju dengan tulisan, maka balaslah juga dengan tulisan. Jika tidak setuju dengan perbuatan, maka balaslah dengan perbuatan. Aku lupa siapa yang berkata seperti ini, namun, ya. Aku setuju.

Apa lagi?

Tidak ada. Selain melakukan hal lainnya yang bermanfaat. Yang berpotensi mendatangkan pahala dan menghilangkan dosa.


  • Share:

You Might Also Like

11 komentar

  1. Oke gan, Sumbangsihnya menarik (y)

    BalasHapus
  2. sumbangsih itu apa yah?

    nyumbang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayaknya kamu gak baca tulisan saya sampai habis deh

      Hapus
  3. Balasan
    1. memberikan sumbangan baik berupa pemikiran atau harta

      Hapus
  4. senang melihat orang saling berbagi dan saling menghargai. . .
    apapun bentuk pemberian itu, sekecil apapun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga kita bisa menjadi orang yang ringan tangan dalam berbagi. sekecil apapun itu ;)

      Hapus
  5. Terimakasih sumbangsihnya, Mas..mengingatkan saya untuk lebih memperbaiki diri.

    BalasHapus
  6. Gambarnya ngeblur gitu gan

    BalasHapus

tinggalkan jejak dibawah ini
PS:
sekiranya ingin menambah tali silaturrahim, silahkan follow twitter saya di @RealRiMuTho