Aku tidak pernah berniat
membuat tulisan ilmiah di blog ini. Niatku menulis di blog ini hanya sekedar
mencoba menyampaikan apa yang kupikirkan kepada pembaca dengan harapan semoga
pembaca dapat manfaat dari tulisan ini. Juga sebagai latihan untuk menyampaikan
pendapat. Begitu pula yang kuposting di facebook pribadi. Makanya, kuposting
setiap hari sekali.
Memang, kadang,
setiap postingan yang kutulis di blog dan facebook tidak sesuai yang diharapkan.
Inginnya mendapat A. Tapi yang didapat malah B. Ingin dikomentari C malah
dapatnya D. Namun setidaknya aku sudah berani menyampaikan pendapat. Bagiku,
keberanian tersebut sudah merupakan prestasi. Walau, harus diakui, terdapat
bagian – bagian yang mesti diperbaiki agar hasil yang didapat jadi lebih baik
lagi ke depannya.
Kalau boleh
jujur, kadang aku merasa takut untuk posting sesuatu di facebook atau blog. Itulah
kadang yang membuat aku berfikir lebih dari sekali untuk posting sesuatu. Tapi kalau
dipendam sendiri, membuat kepalaku jadi pusing sendiri. Pernah, kan kalian
melihat sesuatu yang tidak seperti yang dipikirkan dan kalian takut
menyampaikannya. Membuat kalian jadi menyesal sendiri. Dan berkata, “kenapa gue
gak menyampaikan pendapat gue, ya?”
Khusus untuk
diriku, kalau aku tidak menyampaikan pendapat, otakku akan terus memikirkan hal
tersebut dengan sendirinya. Ketimbang jadi stres, lebih baik disampaikan. Meski
hasilnya negatif. Setidaknya mereka tahu pendapatku tentang sesuatu.
Minatku tentang
dunia pemikiran sangatlah besar. Meski kadang ada bagian – bagian yang tidak
kumengerti dikarenakan keterbatasan akses untuk mendapatkan ilmu tersebut. Terlebih
aku belajar secara otodidak. Bukan belajar secara akademis. Hanya baca – baca dari
berbagai artikel yang berserakan di internet dan terkadang membeli buku. By the way, aku mewajibkan diri sendiri
untuk membaca buku minimal sepuluh halaman setiap hari dengan harapan semoga
tulisanku jadi lebih bertenaga.
Kebanyakan
artikel – artikel yang kubaca itu dari Hidayatullah.com, inpas.com, akun
Facebook – ustadz – Adian Husaini, kadang juga Imam Shamsi Ali – yang terakhir
disebutkan sudah jarang aku baca karena jarang dapat update – an terbarunya
mengenai pemikiran.
Di akun facebook
Adian Husaini, kadang aku juga mendapatkan artikel – artikel bergizi dari Dr.
Hamid Fahmy Zarkasyi dan Dr. Syamsuddin Arif.
Dari yang
disebutkan itulah terbentuk cara berfikirku ini.
Kritik
Sebenarnya maksud
dari tulisanku diatas adalah mengenai postinganku di Facebook tanggal 19
kemarin. Banyak komentar negatif yang muncul disana. Sengaja kumatikan
notifikasi pemberitahuannya agar aku tidak terlalu memikirkan komentar mereka
yang membuat seluruh waktuku jadi terbuang sia – sia. Biar saja mereka komentar
semaunya. Terserah. Jika sudah gerah
juga akan kublokir akun facebooknya. Untuk sementara, sebagian dari mereka aku
hilangkan notifikasinya agar ketika memposting sesuatu, postingannya tidak
muncul diberanda facebookku. Biar tidak sakit
mata.
Membaca komentar
mereka aku jadi berfikir, wajarkah mengkritik seseorang – dalam hal ini
presiden sebagai pemimpin negara? Jika tidak boleh dan termasuk haram,
bertambahlah pertanyaanku. Apa pandangan mereka tentang Fahri Hamzah yang
sangat vokal dalam melihat ketidakberesan dalam mengurus negara? Fadli Zon,
Amien Rais – ketika beliau mengkritik presiden dan dijawab oleh Luhut Binsar
Pandjaitan dengan ancaman akan dibuka boroknya. Itu baru politisi. Belum lagi
masyarakat awam yang sangat geram dengan kekurangan presiden – sebutlah ustadz
Hilmi Firdausi yang sangat kritis hingga panen haters di media sosialnya.
Pantaskah kritikan
mereka dijawab, “kalau lu gak puas sama kinerja presiden, mending lu pergi saja
dari Indonesia?” Berapa banyak orang yang mesti enyah dari Indonesia jika jawabannya seperti itu?
Ada juga yang
menjawab, “lu kalau berada di posisi yang lu kritik juga belum tentu kinerja lu
setara atau lebih baik dari yang lu kritik.”
Justru sebenarnya
kita sedang membantu presiden untuk lebih jeli lagi dalam melihat permasalahan.
Terutama hutang yang kabarnya mencapai Rp. 7.000 trilyun rupiah menurut INDEF. Belum
lagi invasi tenaga kerja dari luar Indonesia yang sangat dipermudah untuk
mencari pekerjaan disini yang berakibat semakin bertambahnya pengangguran. Terus
juga semakin dipermudah ijin tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Dan
lain sebagainya. Apakah ini harus dibiarkan? Tentu tidak. Para pemangku
kepentingan, sebagai orang yang berwenang dalam mengatur pemerintahan, harusnya
bersikap lebih bijak lagi dalam menanggapi kritikan. Jangan malah orangnya
dituduh macam – macam dan diancam dibuka boroknya. Itu namanya antikritik. Jika
demikian, maka kita akan masuk kedalam orde baru yang cara berfikirnya diatur
oleh pemerintah. Jawab saja dengan data atau bantah jika kritikan tersebut
tidak benar. Atau diamkan. Menurutku itu lebih baik.
Tentu yang
mengkritik tidak boleh asal kritik – dalam bahasa Betawi disebut njeplak. Ia juga harus berdasarkan fakta
yang terjadi dilapangan. Bukan sekedar asumsi.
Apakah yang
kushare kemarin itu asal njeplak? Kukatakan
tidak. Tidak sama sekali. Itu nyata senyata – nyatanya. Senyata bahwa aku adalah
manusia dan berjenis kelamin laki – laki. Atau Bambang Pamungkas itu seorang
pemain bola.
Lalu, wajarkah
jika seorang presiden tidak mau mengakui kekurangannya – dalam kasus tentang
bahasa inggris? Belum lagi yang lainnya – ah, terlalu banyak jika disebutkan. Kalau
aku jadi beliau, aku akan minta bantuan penerjemah untuk menyampaikan maksud
dari si penanya. Yang penting pesannya tersampaikan. Apakah hina jika kita
mengakui kekurangan diri sendiri?
Tentu tidak. Malah
kita jadi lebih paham akan kekurangan diri. Tentu setelah itu harus belajar
untuk memperbaiki kekurangan diri.
Sebagai penutup,
aku berharap semoga di tahun 2019 nanti kita mendapat presiden yang mampu
menaikkan harga diri warganya. Punya gagasan yang bagus untuk Indonesia. Bisa mengurangi
beban hutang yang katanya mencapai Rp. 7.000 trilyun itu. Mampu menjadi pemecah
masalah – bukan malah jadi sumber masalah. Tidak mengandalkan hutang untuk
pembangunan negara hingga lupa cara untuk membayarnya. Dan lain sebagainya
Untuk sekarang,
sebagai warga negara yang baik, akuilah bahwa kita mempunyai presiden seperti
sekarang ini.
Wallahu a’lam
bisshowab.